Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pemanfaatan Lahan

 


       Lahan adalah suatu hamparan (areal) tertentu di permukaan bumi secara vertikal mencakup komponen iklim seperti udara, tanah, air, dan batuan yang ada di bawah tanah serta vegetasi dan aktivitas manusia pada masa lalu atau saat ini yang ada diatas tanah dan permukaan bumi. (Subroto, 2003).
    Lahan merupakan sumber daya alam yang jumlahnya sangat terbatas. Hampir semua kegiatan produksi, rekreasi, dan konservasi membutuhkan lahan. Pemanfaatan lahan untuk bermacam-macam kepentingan dari berbagai sektor seharusnya selalu mengacu pada potensi fisik lahan, faktor sosial ekonomi, dan kondisi sosial budaya setempat serta sistem legalitas tentang lahan. (Subroto, 2003). Oleh karena itu dalam penggunaan lahan sangat dibutuhkan perencanaan tata guna lahan agar pemanfaatan lahan dapat dilakukan secara optimal.
1.         Karakteristik Sumber Daya Lahan
        Dalam pemanfaatan suatu lahan maka karakteristik fisik lahan merupakan faktor utama yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan pemanfaatan suatu lahan. Karakteristik lahan yang dimaksud antara lain: 
a.         Topografi 
        Permukaan bumi memiliki relief dan struktur yang bermacam-macam sehingga terdapat standar untuk kelas lereng dan kesesuaian lahan yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

                            Tabel Kemiringan Lereng dan Kesesuaian Lahan

Kelas Lereng

Karakter dan Kesesuaian Lahan

 

0 – 5 %

 

Lahan bertopografi datar, sangat sesuai untuk dikembangkan menjadi areal pemukiman dan pertanian. Sebagian areal berpotensi terhadap genangan banjir dan sebagian berpotensi terhadap drainase yang buruk.

 

15 -30%

Lahan bertopografi bergelombang, kurang sesuai untuk areal pertanian karena masalah erosi, namun demikian lahan dengan kelerengan hingga 20% dapat dimanfaatkan untuk areal pertanian dengan jenis tanaman tertentu. Lahan ini juga baik untuk pengembangan industri ringan, komplek perumahan, dan untuk fasilitas rekreasi.

 

>  50%

Lahan bertopografi sangat terjal: tempat yang sesuai untuk kehidupan satwa liar dan tanaman hutan lindung serta padang rumput yang terbatas, tidak sesuai untuk areal real estate karena topografi yang terlalu terjal

            Sumber: SNI 03-1733-2004


    Ketinggian dari suatu lahan juga sangat menentukan kondisi iklim lahan tersebut. Hal ini disebabkan karena ketinggian dari suatu wilayah mempengaruhi temperatur rata-rata, curah hujan rata-rata, presipitasi, kelembaban, angin dan arah angin, kabut, awan dan sebagainya. 
 
b.         Jenis Tanah
    Pada hakekatnya tanah secara geologi merupakan hasil pelapukan batuan yang ada di permukaan bumi. Berbagai macam jenis tanah yang seperti laterit andosol, latosol, alluvial, podsolik, adalah jenis-jenis tanah hasil dari pelapukan jenis-jenis batuan tertentu. Jenis-jenis tanah yang menempati suatu lahan sangat menentukan terhadap jenis vegetasi yang akan menjadi tutupan lahan. Oleh karena itu, potensi suatu lahan terhadap pemanfaatannya sangat ditentukan oleh tanah yang ada di lahan tersebut. Selain itu, daya dukung lahan untuk bangunan ditentukan oleh sifat-sifat keteknikan dari tanah dan batuan terhadap daya dukung bangunan. Pengklasifikasian bentuk-bentuk tanah dapat dilihat seebagai berikut.
  • Rendzina adalah merupakan tanah padang rumput yang tipis berwarna gelap, terbentuk dari kapur lunak, batu-batuan mergel, dan gips. Pada umumnya memiliki kandungan Ca dan Mg yang tinggi dengan pH antara 7,5 – 8,5 dan peka terhadap erosi. Jenis tanah ini kurang bagus untuk lahan pertanian, sehingga dibudidaya-kan untuk tanaman-tanaman keras semusim dan palawija.
  • Litosol adalah jenis tanah yang masih muda yang terdapat di daerah dangkal (sekitar 45 cm di bawah permukaan tanah.  Jenis tanah ini berbentuk seperti batuan padat. 
  • Alluvial adalah jenis tanah yang pada umumnya terdapat di sepanjang aliran sungai. Sifat tanah ini sangat dipengaruhi oleh material yang dikandung oleh sungai yang melaluinya namun demikian jenis tanah ini sangat cocok untuk lahan pertanian.
  • Regosol adalah hasil erupsi gunung berapi, bersifat subur, berbutir kasar, berwarna keabuan, kaya unsur hara, pH 6 – 7, cenderung gembur, kemampuan menyerap air tinggi, dan mudah tererosi. Persebaran jenis tanah ini di Indonesia terdapat di setiap pulau yang memiliki gunung api, baik yang masih aktif ataupun yang sudah mati. Banyak dimanfaatkan untuk lahan pertanian.
  • Kambisol adalah tanah yang terbentuk pada batuan induk peridotit dan bahan lepas. Tanah ini memiliki tekstur lempung sampai lempung berpasir dan berwarna merah gelap sampai coklat gelap kemerahan.
  • Gleisol adalah tanah yang terbentuk di daerah cekungan yang dipengaruhi oleh air yang berlebihan. Jenis tanah ini memiliki sifat berwarna cokelat gelap dan kelabu serta memiliki struktur yang kasar.
c.     Sempadan Pantai
            kawasan tertentu sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai (pedoman pemanfaatan ruang tepi pantai di kawasan perkotaan dari kementrian pekerjaan umum)Sempadan pantai yang ditetapkan dalam RTRW Kabupaten/Kota merupakan daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai. Lebar sempadan pantai dihitung dari titik pasang tertinggi, bervariasi sesuai dengan fungsi/aktifitas yang berada di pinggirannya, yaitu:
         Kawasan Permukiman, terdiri dari 2 (dua) tipe:
  • Bentuk pantai landai dengan gelombang < 2 meter, lebar sempadan 30 – 75 meter.
  • Bentuk pantai landai dengan gelombang > 2 meter, lebar sempadan 50 – 100 meter.
 Kawasan Non Permukiman yaitu kawasan industri, kawasan perdagangan & jasa, kawasan pariwisata, kawasan pelabuhan, terdiri dari 4 (empat) tipe:
a)         Bentuk pantai landai dengan gelombang < 2 meter, lebar sempadan 100 – 200 meter.
b)         Bentuk pantai landai dengan gelombang > 2 meter, lebar sempadan 150 – 250 meter.
c)         Bentuk pantai curam dengan gelombang < 2 meter, lebar sempadan 200 – 250 meter.
d)         Bentuk pantai curam dengan gelombang > 2 meter, lebar sempadan 250 – 300 meter.

d.         Sempadan Sungai

    Garis sempadan sungai adalah garis batas luar pengamanan sungai, Daerah sempadan adalah kawasan sepanjang kiri kanan sungai termasuk sungai buatan, yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi danau / waduk.
     Penetapan garis sempadan sungai dimaksudkan sebagai upaya agar kegiatan perlindungan, penggunaan dan pengendalian atas sumber daya yang ada pada sungai termasuk danau dan waduk dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuannya yaitu:
  •  Agar fungsi sungai termasuk danau dan waduk tidak terganggu oleh aktivitas yang berkembang disekitarnya.
  • Agar kegiatan pemanfaatan dan upaya peningkatan nilai manfaat sumber daya yang ada di sungai dapat memberikan hasil secara optimal sekaligus menjaga ke fungsi sungai.
  • Agar daya rusak air terhadap sungai dan lingkungannya dapat dibatasi.
    Berdasarkan penetapan garis sempadan sungai di peraturan menteri pekerjaan umum No 63 Tahun 1993 tentang sempadan sungai, daerah manfaat sungai, daerah penguasaan sungai, dan bekas sungai, maka sempadan sungai di kawasan perkotaan dapat dibagi menjadi beberapa kriteria yaitu :
Sungai bertanggul di kawasan perkotaan ditetapkan sekurang-kurangnya  3 meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul.

Gambar Potongan Sungai Bertanggul
Sumber: Pedoman Rencana Detail Tata Ruang Kota, Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen PU
 
Sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan dapat menggunakan kriteria sempadan sungai berikut.
  • Sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dan 3 meter, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnva 10 meter dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan.
  • Sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih 3 meter sampai dengan 20 meter, garis sempadan ditetapkan sekurangkurangnya 15 meter dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan.
  • Sungai yang mempunyai kedalaman maksimum lebih dari 20 meter, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 30 meter dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan.


Gambar Potongan Sungai Tidak Bertanggul
Sumber: Pedoman Rencana Detail Tata Ruang Kota, Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen PU

    Perubahan tata guna lahan merupakan penyebab yang sangat fundamental dalam menciptakan terjadinya bencana terutama bencana banjir. Perubahan fungsi tata guna lahan sangat meningkat dari hutan menjadi permukiman, di sempadan sungai maka dapat menyebabkan debit air sungai dapat meningkat ± 6 – 20 kali. 
        Peningkatan debit air sungai ini sangat tergantung dari jenis hutan dan permukiman yang ada di daerah sempadan sungai. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar tentang ilustrasi sederhana tentang perubahan tata guna lahan yang berdampak terhadap peningkatan debit air di sungai.

Gambar ilustrasi sederhana peningkatan debit air akibat perubahan tata guna lahan
Sumber: Tata Ruang Air (Kodoatie,154) 
        Kawasan hutan apabila diubah menjadi permukiman maka yang akan terjadi adalah bahwa hutan bisa menahan run-off cukup besar diganti menjadi pemukiman yang memiliki resitensi run-off yang kecil. Akibatnya ada peningkatan aliran permukaan tanah yang menuju sungai dan hal ini berakibat adanya peningkatan debit sungai yang besar. Apabila kondisi tanahnya relatif tetap, air yang meresap ke dalam tanah akan relatif tetap
    Oleh karena itu, faktor penutup lahan cukup signifikan dalam pengurangan ataupun peningkatan aliran permukaan. Hutan yang lebat mempunyai tingkat penutup lahan yang tinggi sehingga apabila hujan turun ke wilayah hutan tersebut, faktor penutup lahan ini akan memperlambat kecepatan aliran permukaan. Namun, ketika suatu kawasan hutan berubah menjadi permukiman, maka penutup lahan kawasan ini akan berubah menjadi penutup lahan yang tidak mempunyai resistensi untuk menahan aliran yang terjadi ketika hujan turun, kecepatan air akan meningkat dengan sangat tajam diatas lahan ini, namun resapan air yang masuk ke dalam tanah realtif tetap kecuali jika lahannya berubah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar tentang sistem resapan air terkait dengan perubahan tata guna lahan yang terjadi.

Gambar  pengaruh pemanfaatan lahan terhadap sistem resapan air
Sumber: Tata Ruang Air (Kodoatie,155)

Sumber:
Kodoatie, Robert J. dan Sjarief, Roestam. (2010). Tata Ruang Air: Penerbit Andi.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Tentang Pedoman Pemanfaatan Ruang Tepi Pantai di Kawasan Perkotaan


Posting Komentar untuk "Pemanfaatan Lahan"