Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Problematika Perkembangan Wilayah

   Sifat dalam perencanaan tata ruang adalah dinamis, fleksibel dan inovatif dalam melaksanakan pembangunan. Sifat fleksibel yang menjadi salah satu sifat dasar perencanaan inilah yang kemudian membuaka peluang perencanaan menjadi multitafsir akibat pemikiran subjektif yang disalahartikan. Pemikiran subjektif terhadap pemahaman perencanaan tersebut menjadi berbeda-beda sehingga berpotensi terjadinya penyimpangan perencanaan tata ruang yang berdampak pada pembangunan wilayah tersebut.
    Dalam konteks kekinian, dengan melihat berbagai fenomena yang ditemui di lapangan maupun berdasarkan data, informasi maupun kajian-kajian yang berhubungan dengan keruangan secara umum beberapa permasalahan yang bersifat konseptual dapat disebut antara lain (Sutaryono 2007):
  1. Rencana tata ruang dan peraturan perundang-undangannya tidak efisien dan efektif. Kurangnya informasi dan sosialisasi hal-hal yang berkaitan dengan tata ruang menyebabkan kurang dipahami- nya kebijaksanaan penataan ruang oleh masyarakat, dunia usaha maupun oleh aparat pemerintah yang notabene sebagai pihak yang memiliki kewenangan dalam kebijaksanaan penataan ruang.
  2. Persepsi dan pemahaman yang berbeda-beda terhadap rencana tata ruang, seringkali menjadi penyebab terjadinya conflict of interest antar segenap stake holder.
  3. Rencana tata ruang kurang mampu mengakomodasikan kepen- tingan segenap stake holder yang mempunyai kompetensi terha- dap pemanfaatan ruang. Hal ini menyebabkan disharmoni dan konflik tata ruang tidak mendapatkan ruang sebagai media penyelesaian masalah.
  4. Kebijaksanaan dan strategi penataan ruang suatu wilayah tidak konsisten dan terpadu. Hal ini sering terjadi ketika pengambil kebijaksanaan tidak mempunyai visi yang jelas terhadap masa depan wilayahnya atau juga adanya pergantian kepemimpinan pemerintahan yang diikuti oleh berubahnya kebijaksanaan penataan ruang. Di samping itu orientasi ekonomi yang menge- depan seringkali dijadikan alasan pembenar dalam penyimpangan terhadap desain tata ruang yang telah disepakati. Kurangnya koordinasi antar instansi sebagai salah satu pelaksana pembangunan menjadikan tumpang tindihnya kegiatan pembangunan yang berbasiskan ruang.
  5. Munculnya dualisme kepentingan antara orientasi ekonomi dan kelestarian lingkungan dan unsur-unsur ekologis.

Disamping Permasalahan-permasalahan yang bersifat konseptual di atas, terdapat permasalahan-permasalahan teknis yang tidak dapat dinafikan keberadaannya. Permasalahan-permasalahan teknis ini antara lain:

  1. Berbedanya penyusun rencana dengan yang melaksanakan rencana tata ruang yang berakibat munculnya gap dalam implementasi.
  2. Pendekatannya normatif dan cenderung berorientasi pada aspek fisik semata tanpa mempertimbangkan aspek non fisik yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan wilayah.
  3. Belum adanya persepsi yang sama pada pelaku pembangunan dan pengelola wilayah.
  4. Terlalu berorientasi pada kepentingan pemerintah dan ada kecen- derungan bahwa pendapat dan kebijakan pemerintah sebagai pengelola wilayah adalah hal yang paling benar.
  5. Tidak/kurang pekanya pengelola wilayah terhadap fenomena yang terjadi di masyarakat.
  6. Rendahnya partisipasi masyarakat, mengingat belum tersedianya ruang interaksi yang cukup antara pemerintah dengan masyarakat dalam rangka penyusunan rencana tata ruang.
  7. Perencanaan tata ruang sering dianggap sebagai sebuah hambatan pembangunan karena tidak sesuai dengan aspirasi masyarakat, sehingga keberadaannya sering tidak dijadikan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan pembangunan.
      Budiharjo (1996) juga menyebutkan beberapa kendala dalam penataan ruang dan pengelo- laan wilayah antara lain: (a) keterbatasan kewenangan pemerintah daerah; (b) keterbatasan kemampuan aparat; (c) keterbatasan pen- danaan; (d) kelemahan manajeman/pengelola; dan (e) kelemahan mekanisme pengendalian pembangunan. Kendala terakhir disebabkan oleh kurangnya akses pemerintah daerah terhadap kebijakan pembangunan sektoral, ketidakberdayaan pemerintah daerah dalam menghadapi tekanan investasi serta belum adanya sistem reward and punishment dalam implementasi produk penataan ruang.
    Permasalahan-permasalahan di atas baik yang bersifat konseptual maupun teknis harus diantisipasi kemunculannya dan diupayakan solusinya. Upaya ini tidak terlepas dari pendekatan yang digunakan dalam penyusunan rencana tata ruang. Karena apabila pendekatan yang digunakan sudah tepat dan mampu mengakomodasikan semua potensi dan kepentingan segenap stake holder yang mempunyai kompetensi terhadap pemanfaatan ruang maka permasalahan- permasalahan yang muncul dalam penyusunan dan pelaksanaan tata ruang dapat dieliminir.

Sumber:
     Buku Ajar Tata Ruang dan Perencanaan Wilayah, Sutaryono dkk

Posting Komentar untuk "Problematika Perkembangan Wilayah"