Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan

    Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 adalah sebuah aturan yang berisikan mengenai aturan umum terkait hutan yang ada di Indonesia. Dalam aturan ini pada pasal 3 disebutkan bahwa penyelenggaraan kehutanan bertujuan untuk: (1) menjamin keberadaan hutan dengan luasan yang cukup dan sebaran yang proporsional; (2) mengoptimalkan aneka fungsi hutan yang meliputi fungsi konservasi, fungsi lindung, dan fungsi produksi untuk mencapai manfaat lingkungan, sosial, budaya, dan ekonomi, yang seimbang dan lestari; (3) meningkatkan daya dukung daerah aliran sungai; (4) meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan kapasitas dan keberdayaan masyarakat secara partisipatif, berkeadilan, dan berwawasan lingkungan sehingga mampu menciptakan ketahanan sosial dan ekonomi serta ketahanan terhadap akibat perubahan eksternal; dan (5) menjamin distribusi manfaat yang berkeadilan dan berkelanjutan. Hutan berdasarkan statusnya terbagi menjadi dua, yakni hutan negara dan hutan hak. Selain itu, hutan mempunyai tiga fungsi, yakni hutan dengan fungsi konservasi, gungsi lindnug, dan fungsi produksi. Aturan terkait pengurusan hutan dimuat dalam pasal 10 yang menyebutkan bahwa terdapat 4 kegiatan dalam pengurusan hutan, yakni perencanaan kehutanan; pengelolaan hutan; penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, serta penyuluhan kehutanan; dan pengawasan. 

Perencanaan kehutanan
    Perencanaan kehutanan dimuat dalam 10 pasal, yakni pasal 11, pasal 12, pasal 13, pasal 14, pasal 15, pasal 16, pasal 17, pasal 18, pasal 19, dan pasal 20. Dalam kesepuluh pasal tersebut ditarik kesimpulan bahwa perencanaan kehutanan meliputi:
  • Inventarisasi hutan, yakni dilaksanakan untuk mengetahui dan memperoleh data dan informasi tentang sumber daya, potensi kekayaan alam hutan, serta lingkungannya secara lengkap;
  • Pengukuhan kawasan hutan, yakni untuk memberikan kepastian hukum atas kawasan hutan yang dilakukan melalui proses penunjukan kawasan hutan, penataan batas, pemetaan kawasan, dan penetapan kawasan;
  • Penatagunaan kawasan hutan, yakni meliputi kegiatan penetapan fungsi dan penggunaan kawasan hutan;
  • Pembentukan wilayah pengelolaan hutan, yakni bertujuan untuk memudahkan pengelolaan hutan berdasarkan wilayahnya yang dibagi menjadi 3 tingkatan, yakni hutan tingkat propinsi, kabuaten/kota, dan unit pengelolaan;
  • Penyusunan rencana kehutanan, yakni disusun menurut jangka waktu perencanaan, skala geografis, dan menurut fungsi pokok kawasan hutan.
Pengelolaan Hutan
    Pengelolaan hutan yang dimuat dalam pasal 21 terbagi menjadi 3 kegiatan, yakni tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan, serta perlindungan hutan dan konservasi alam. Tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan meliputi pembagian kawasan hutan dalam blok-blok berdasarkan ekosistem, tipe, fungsi dan rencana pemanfaatan hutan. Untuk pemanfaatan kawasan hutan dapat dilakukan pada semua kawasan hutan kecuali pada hutan cagar alam serta zona inti dan zona rimba pada taman nasional. Untuk rehabiltasi hutan dan lahan dilakukan melalui kegiatan reboisasi, penghijauan, pemeliharaan, pengayaan tanaman, atau penerepan teknik konservasi tanah secara vegetatif dan sipil teknis, pada lahan kritis dan tidak produktif. Sedangkan untuk perlindungan hutan dan konservasi alam dengan mambuat aturan setaip orang dilarang :
  • Mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah; 
  • Merambah kawasan hutan; 
  • Melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan dengan radius atau jarak sampai dengan:
  • 500 (lima ratus) meter dari tepi waduk atau danau;
  • 200 (dua ratus) meter dari tepi mata air dan kiri kanan sungai di daerah rawa;
  • 100 (seratus) meter dari kiri kanan tepi sungai;
  • 50 (lima puluh) meter dari kiri kanan tepi anak sungai;
  • 2 (dua) kali kedalaman jurang dari tepi jurang;
  • 130 (seratus tiga puluh) kali selisih pasang tertinggi dan pasang terendah dari tepi pantai. 
  • Membakar hutan; 
  • Menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan di dalam hutan tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang; 
  • Menerima, membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan, atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut diduga berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah; 
  • Melakukan kegiatan penyelidikan umum atau eksplorasi atau eksploitasi bahan tambang di dalam kawasan hutan, tanpa izin Menteri; 
  • Mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi bersamasama dengan surat keterangan sahnya hasil hutan;
  • Menggembalakan ternak di dalam kawasan hutan yang tidak ditunjuk secara khusus untuk maksud tersebut oleh pejabat yang berwenang; 
  • Membawa alat-alat berat dan atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk mengangkut hasil hutan di dalam kawasan hutan, tanpa izin pejabat yang berwenang; 
  • Membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk menebang, memotong, atau membelah pohon di dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang; 
  • Membuang benda-benda yang dapat menyebabkan kebakaran dan kerusakan serta membahayakan keberadaan atau kelangsungan fungsi hutan ke dalam kawasan hutan; dan 
  • Mengeluarkan, membawa, dan mengangkut tumbuh-tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi undang-undang yang berasal dari kawasan hutan tanpa izin dari pejabat yang berwenang.

Posting Komentar untuk "Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan"