Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pendekatan Spasial dalam Pariwisata

    Spasial adalah istilah yang merujuk pada sifat keruangan. Berdasarkan Undang-Undang nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial, menyatakan bahwa Spasial adalah aspek keruangan suatu objek atau kejadian yang mencakup lokasi, letak, dan posisinya. Pariwisata dalam pendekatan spasial cenderung mengkaji terkait dengan perbedaan dan persamaan tentang potensi pariwisata yang dimiliki oleh suatu wilayah dengan melakukan pengkajian terhadap keterkaitan antar alam, antar aspek manusia, manusia dengan alam. pengkajian terhadap perbedaan dan persamaan ini kemudian memberikan interaksi antar suatu wilayah sehingga terjadi pergerakan seseorang dari suatu tempat menuju ke tempat lain. (Baca juga: Definisi Pariwisata)
Pada umumnya pendekatan spasial dalam pariwisata menfokuskan kepada:
  1. Pergerakan Manusia
  2. Interaksi wilayah
  3. Potensi Sumber Daya Alam
  4. Aksesbilitas
  5. Dampak lingkungan (fisik dan sosial)
  6. Adanya persamaan dan perbedaan potensi kepariwisataan antara satu daerah dengan daerah yang lain.
    Sama halnya dengan spasial dalam konteks perkotaan, perencanaan yag dilakukan harus bersifat pembangunan secara berkelanjutan. maksud dari berkelanjutan buka merupakan pembangunan secara teru menerus namun lebih pada perencanaan yang mempertimbangkan kondisi lingkungan.
    Pembangunan berkelanjutan memiliki tingkat adaptasi yang tinggi dalam menghadapi berbagai perubahan yang sangat cepat, khususnya destinasi pariwisata (Bunruamkaew & Murayama, 2012; Dredge & Jamal, 2015). Perwujudan destinasi pariwisata berkelanjutan mengacu pada perencanaan pariwisata, terutama pada pendekatan spasial (Bahaire & Elliott- White, 1999; Risteskia et al., 2012). Pendekatan spasial pada destinasi pariwisata menjelaskan keterkaitan antara aspek geografi yang fokus pada unsur ruang dan waktu (Chhetri & Arrowsmith, 2008). 
    Pendekatan spasial dalam merancang destinasi pariwisata mengacu pada kondisi empiris dari sistem kepariwisataan yang menjelaskan fungsi dari keterkaitan antara pola perjalanan wisata, perilaku wisatawan, dan struktur spasial dari destinasi pariwisata (Getz, 1986). Lebih lanjut, terdapat empat faktor yang perlu diperhatikan dalam merancang dan mengembangkan destinasi pariwisata berkelanjutan, mencakup karakteristik wilayah, arahan kebijakan pemerintah setempat, pasar wisatawan, dan integrasi antar elemen spasial dengan komponen destinasi pariwisata (Dredge, 1999). Komponen dasar destinasi pariwisata tersebut mencakup atraksi atau daya tarik wisata yang diklasifikasikan menjadi daya tarik wisata alam, budaya, dan buatan; aksesibilitas yang menghubungkan antara daerah asal wisatawan dengan destinasi; dan amenitas yang menjadi komponen pendukung untuk melayani segala kebutuhan wisatawan seperti hotel, penyedia makanan dan minuman, agen perjalanan wisata, dan pramuwisata (Buhalis, 2000).
    Tingkat kunjungan wisatawan ke destinasi pariwisata memberikan dampak positif melalui penciptaan lapangan pekerjaan, meningkatkan perekonomian regional, menyejahterakan masyarakat setempat, dan berkontribusi dalam melestarikan sumber daya pariwisata (Gössling & Peeters, 2015; Noor et al., 2016). Aktivitas pariwisata dapat menyebabkan degradasi lingkungan alam, penolakan masyarakat setempat akan kehadiran wisatawan, dan kebocoran ekonomi (Noor & Wibisono, 2016; Weaver, 2006). Faktor perilaku wisatawan sangat mempengaruhi keberlanjutan destinasi pariwisata, kunjungan wisatawan ke destinasi pariwisata menjadi aspek yang sangat kritis terhadap keberlanjutan lingkungan (Böhler et al., 2006). 
    Aspek pengembangan kebijakan dan perencanaan destinasi pariwisata, sebagai sisi penawaran, memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap pembangunan berkelanjutan (Jin et al., 2020). Pengelolaan sumber daya pariwisata berbasis alam dan budaya menjadi hal penting untuk dipertimbangkan dalam mengembangkan destinasi pariwisata berkelanjutan (Ardoin et al., 2015). Pendekatan spasial destinasi pariwisata sangat dibutuhkan untuk menunjang pariwisata berkelanjutan (Risteskia et al., 2012), hal tersebut sangat penting sebagai panduan pengelola destinasi pariwisata dalam menentukan pengembangan destinasi di masa yang akan datang (Dredge & Jamal, 2015).
        Pengembangan destinasi pariwisata melalui pendekatan spasial berperan dalam menentukan arahan bagi pengelola destinasi dalam menentukan kebijakan kepariwisataan, seperti wilayah yang memiliki karakteristik keragaman geologi, hayati, dan budaya diarahkan sebagai destinasi geowisata atau geopark (Wulung et al., 2020), karakteristik wilayah perkotaan sangat sesuai untuk dikembangkan sebagai destinasi pariwisata perkotaan (Li et al., 2016) dan kawasan pesisir pantai yang diarahkan sebagai kawasan resor (Dunets et al., 2019). Pengembangan destinasi menggunakan pendekatan spasial perlu untuk memperhatikan unsur karakteristik wilayah dalam menentukan arah kebijakan pembangunan kepariwisataannya.


Sumber Artikel:
  • Buku Perencanaan dan Pengembangan Desa Berbasis Masyarakat Oleh Surya Sakti Hadiwijoyo
  • Undang-Undang No 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan
  • Pendekatan Spasial Untuk pengembangan Destinasi Pariwisata Berkelanjutan oleh Shandra Rama Panji Wulun

Posting Komentar untuk "Pendekatan Spasial dalam Pariwisata"